Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MAE) yang merupakan kesepakatan negara-negara ASEAN
dalam meningkatkan kerja sama bidang perekonomian akan diberlakukan pada
31 Desember 2015. Bentuk kerja sama ini bertujuan agar terciptanya
aliran bebas barang, jasa, dan tenaga kerja terlatih, serta aliran
investasi yang lebih bebas.
Indonesia yang merupakan salah satu negara yang ikut ambil bagian dalam MEA 2015 memiliki potensi dan peluang yang besar untuk meningkatkan perekonomian nasional. Dari data Bank Dunia 2011 memperlihatkan bahwa Indonesai mengalami pertumbuhan ekonomi tertinggi di negara-negara ASEAN dan berada pada urutan ke tiga di Asia setelah China dan India. Selain itu, realisasi investasi Indonesia pada tahun 2012 mencapai Rp 313,2 triliun yang merupakan nilai tertinggi sepanjang sejarah Indonesia.
Kekuatan Indonesia dalam menghadapi MEA 2015 terletak pada pertumbuhan makro-ekonomi yang meningkat terlihat dari data yang dihimpun dalam Bank Dunia tahun 2011 menjelaskan Debt to GDP Ratio (Rasio Hutang terhadap PDB) Indonesia cukup rendah dibanding negara ASEAN lainnya yaitu 24%. Total PDB Indonesia sebesar US$ 846 milyar pada tahun 2011 yang merupakan terbesar di ASEAN dan ke-16 di dunia. Indonesia juga merupakan satu-satunya anggota ASEAN yang menjadi anggota G20.
Kekuatan dan kesempatan Indonesia untuk menjadi pemenang dalam persaingan yang akan diberlakukan mulai 2015 mendatang memang sangat tinggi, tetapi dibalik kekuatan yang dimiliki Indonesia masih mempunyai banyak kelemahan. Kelemahan utama Indonesia terletak pada sinkronisasi program dan kebijakan antar pemerintah daerah dan pusat serta mind-set masyarakat khususnya para pelaku usaha yang belum seluruhnya melihat peluang pengembangan perekonomian di MEA 2015 mendatang.
Melihat keadaan yang terjadi sekarang ini Indonesia sebenarnya belum siap menghadapi MEA 2015 walaupun mempunyai peluang dan kekuatan tinggi. Laporan Kementerian Koordinator Perekonomian mengungkapkan bahwa Neraca Perdagangan Indonesia sejak tahun 2005 setiap tahunnya mengalami defisit yang meningkat di negara-negara ASEAN.
Indonesia yang merupakan salah satu negara yang ikut ambil bagian dalam MEA 2015 memiliki potensi dan peluang yang besar untuk meningkatkan perekonomian nasional. Dari data Bank Dunia 2011 memperlihatkan bahwa Indonesai mengalami pertumbuhan ekonomi tertinggi di negara-negara ASEAN dan berada pada urutan ke tiga di Asia setelah China dan India. Selain itu, realisasi investasi Indonesia pada tahun 2012 mencapai Rp 313,2 triliun yang merupakan nilai tertinggi sepanjang sejarah Indonesia.
Kekuatan Indonesia dalam menghadapi MEA 2015 terletak pada pertumbuhan makro-ekonomi yang meningkat terlihat dari data yang dihimpun dalam Bank Dunia tahun 2011 menjelaskan Debt to GDP Ratio (Rasio Hutang terhadap PDB) Indonesia cukup rendah dibanding negara ASEAN lainnya yaitu 24%. Total PDB Indonesia sebesar US$ 846 milyar pada tahun 2011 yang merupakan terbesar di ASEAN dan ke-16 di dunia. Indonesia juga merupakan satu-satunya anggota ASEAN yang menjadi anggota G20.
Kekuatan dan kesempatan Indonesia untuk menjadi pemenang dalam persaingan yang akan diberlakukan mulai 2015 mendatang memang sangat tinggi, tetapi dibalik kekuatan yang dimiliki Indonesia masih mempunyai banyak kelemahan. Kelemahan utama Indonesia terletak pada sinkronisasi program dan kebijakan antar pemerintah daerah dan pusat serta mind-set masyarakat khususnya para pelaku usaha yang belum seluruhnya melihat peluang pengembangan perekonomian di MEA 2015 mendatang.
Melihat keadaan yang terjadi sekarang ini Indonesia sebenarnya belum siap menghadapi MEA 2015 walaupun mempunyai peluang dan kekuatan tinggi. Laporan Kementerian Koordinator Perekonomian mengungkapkan bahwa Neraca Perdagangan Indonesia sejak tahun 2005 setiap tahunnya mengalami defisit yang meningkat di negara-negara ASEAN.
Indonesia dengan kekayaan alam yang besar ternyata ekspornya hanya didominasi oleh barang-barang berupa bahan baku alam (raw material),
seperti batubara, minyak nabati, gas, dan minyak bumi. Indonesia masih
kalah bersaing dengan negara-negara industri utama ASEAN seperti
Singapura, Malaysia dan Thailand. Pengolahan bahan baku alam yang
merupakan hasil Indonesia masih selalu dilakukan oleh negara lain,
Indonesia belum mampu menguasai kekayaan alamnya sendiri.
Peran Generasi Muda dalam MEA
Kondisi
seperti ini perlu adanya penyadaran bagi kaum-kaum muda sebegai
generasi penerus bangsa ini. Generasi muda harus mempersiapkan dirinya
ketika pasar bebas ASEAN sudah diberlakukan. Keberlanjutan negara ini
ada di tangan kaum muda-mudi, ketika kesadaran akan pentingnya membenahi
diri untuk menghadapi MEA bagi para generasi muda tidak ada, Indonesia
nantinya akan terjual ke negara lain dan negara indonesai akan dikuasai
oleh negara lain.
Dukungan dari generasi muda untuk menghadapi MEA merupakan salah satu
kekuatan Indonesia untuk dapat bertahan dalam persaingan pasar bebas.
Generasi muda perlu membuat berbagai kegiatan diantaranya yaitu
menciptakan usaha sendiri selagi mahasiswa, mensosialisasikan MEA dan
mengajak kaum muda lain untuk meningkatkan daya wirausaha sehingga
usaha-usaha baru akan muncul dan bisa mempertahankan perekonomian
negara. Generasi muda merupakan salah satu tonggak keberhasilan tujuan
negara, karena kaum mudalah pemegang keberlanjutan negara.
Katanya 80% ASEAN sudah siap nih kawan ?
Sepuluh negara di Asia Tenggara mulai bangkit menjadi kekuatan
ekonomi baru. Dalam beberapa tahun ke depan, mereka secara kolektif
diyakini bisa menyusul raksasa-raksasa Asia lainnya, seperti China,
Jepang, Korea Selatan.
Maka, sepuluh negara yang tergabung dalam Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) itu tengah bersiap membentuk suatu integrasi regional kolektif. Mereka menyebutnya Komunitas ASEAN. Komunitas ini akan terintegrasi atas tiga pilar - ekonomi, politik, serta sosial-budaya - dan mulai diberlakukan pada tahun depan, tepatnya akhir 2015.
Komunitas ini juga akan
menyempurnakan Pasar Bebas Asia Tenggara, yang diterapkan secara
bertahap sejak 1992 melalui Kesepakatan Kawasan Perdagangan Bebas
ASEAN.
Diplomat senior asal Vietnam, Le Luong Minh, termasuk tokoh sentral untuk mewujudkan integrasi besar ini. Para pemimpin sepuluh negara Asia Tenggara mempercayakan jabatan Sekretaris Jenderal ASEAN kepada Le selama 2013-2017, tepat saat perhimpunan yang sudah berusia 46 tahun ini akan menjalani tahap krusial membentuk integrasi regional.
Walau dikenal pendiam dan berbicara sangat halus, Le dipuji para koleganya sebagai diplomat dengan kemampuan negosiasi yang baik dan tenang menghadapi situasi.
Diplomat senior asal Vietnam, Le Luong Minh, termasuk tokoh sentral untuk mewujudkan integrasi besar ini. Para pemimpin sepuluh negara Asia Tenggara mempercayakan jabatan Sekretaris Jenderal ASEAN kepada Le selama 2013-2017, tepat saat perhimpunan yang sudah berusia 46 tahun ini akan menjalani tahap krusial membentuk integrasi regional.
Walau dikenal pendiam dan berbicara sangat halus, Le dipuji para koleganya sebagai diplomat dengan kemampuan negosiasi yang baik dan tenang menghadapi situasi.
Pemerintah Vietnam pernah
mengutus Le sebagai Juru Runding untuk Markas Besar PBB, baik di Jenewa
dan di New York (1999-1997). Bahkan selama 2008-2009, Le dipercaya
memimpin Sidang Dewan Keamanan PBB, berhadapan dengan para juru runding
dari lima kekuatan besar, yaitu AS, Rusia, Inggris, Prancis, dan China.
Dari New York, Le kembali ke Vietnam untuk menjabat sebagai Deputi
Menteri Luar Negeri sebelum akhirnya ke Jakarta.
Tidak heran bila diplomat berusia 61 tahun itu dipandang sosok yang tepat memimpin Sekretariat ASEAN untuk tugas yang maha penting. "Lima tahun sejak arah peta jalan menuju Komunitas ASEAN dicanangkan, saya dapat mengatakan dua tahun jelang momen tersebut, sebanyak 80 persen langkah cetak biru berhasil dilaksanakan. Perjalanan kami sesuai rencana," ujar Le optimistis suatu ketika.
Banyak yang mengira Komunitas ASEAN ini akan mirip dengan integrasi seperti Uni Eropa. Namun Le memastikan bahwa intergrasi di ASEAN dengan yang di Eropa serupa tapi tidak sama. Situasi geo-politik dan kondisi sosial budaya menjadi faktor pembeda yang jelas dan pastinya Komunitas ASEAN juga belajar dari pengalaman yang telah dialami Uni Eropa, termasuk ketika Benua Biru itu dihantam resesi ekonomi dalam lima tahun terakhir.
Dalam kunjungan ke Sydney, Australia, beberapa waktu lalu, Sekjen Le berbicara panjang lebar kepada jurnalis VIVAnews, Santi Dewi, mengenai persiapan Komunitas ASEAN dan tantangan yang tengah dihadapi. Dia pun memaparkan penilaian seberapa besar perkembangan yang tengah terjadi saat ini, seperti ketegangan di Laut China Selatan, konflik politik di Thailand, dan lain-lain bisa berpengaruh bagi cita-cita ASEAN mewujudkan integrasi regional.
Krisis politik tengah menimpa anggota utama dan salah satu pendiri ASEAN, Thailand. Apakah kericuhan kali ini masih dapat diterima? Dan apa yang akan dilakukan ASEAN?
Tentu ASEAN memiliki kekhawatiran khusus terhadap apa yang terjadi di Thailand. Meminta kepada semua pihak yang bertikai agar dapat menyelesaikan masalah ini dengan cara-cara demokrasi.
Tentu, yang kami lihat saat ini situasi damai belum terlihat, tetapi kami berharap Thailand dapat mengatasi krisis secepatnya. Dan berfokus kepada upaya pemulihan awal yang telah dilakukan sebelumnya.
Apa tantangan paling sulit yang dihadapi ASEAN untuk mencapai target pasar bebas di 2015?
Biar saya jelaskan terlebih dahulu, saat ini posisi ASEAN tidak sama seperti pasar bebas seperti yang berlaku di Uni Eropa. Konteks Masyarakat Ekonomi ASEAN yaitu ASEAN sebagai pasar tunggal di mana terdapat peredaran makanan, investasi dan modal.
Terkait hal itu, ASEAN telah mencapai kemajuan yang cukup signifikan. Investasi dan perdagangan berhasil difasilitasi. Hal tersebut tercermin dari kenaikan tingkat perdagangan antara ASEAN dengan negara di luar kawasan.
Sebanyak 80 persen dari upaya itu, telah berhasil diberlakukan. Sementara sisa 20 persennya sedang diupayakan. Bahkan, para pemimpin negara ASEAN tengah berupaya menegaskan kembali tujuan dan hasil untuk menyelesaikan prosesnya hingga tahun 2015 mendatang.
Adopsi penyampaian di setiap tahunnya di tahun 2013, 2014 dan periode 2015. Kami cukup bangga menyampaikan bahwa semuanya sesuai rencana.
Memahami hal itu, integrasi di antara negara-negara ASEAN merupakan sebuah proses. Jadi, tidak akan berhenti begitu saja setelah dimulai pada Desember 2015, tapi akan terus berlanjut setelah tahun 2015.
Jadi, pada Desember 2015, Anda akan melihat sebagian besar cetak biru dan hal-hal yang paling fundamental dan tulang punggung dimulainya AEC telah berhasil diterapkan. Kami akan tetap meneruskan hal itu setelah tahun 2015.
Apa yang menyebabkan 20 persen cetak biru ASEAN menuju AEC belum dapat diimplementasikan?
Apa yang tetap menjadi tantangan yaitu penyesuaian standar. Melihat begitu banyak terdapat perbedaan di negara-negara anggota ASEAN di berbagai aspek dan bidang ekonomi, seperti transportasi dan pengembangan penghalang non tarif (non tarif barrier). Di situlah kami tengah memfokuskan pikiran kami.
Apakah perbedaan ekonomi di antara negara-negara ASEAN, sudah berhasil dijembatani dan masuk ke dalam kesuksesan 80 persen tadi?
Apabila yang Anda rujuk terkait dengan perbedaan ekonomi, maka antara negara ASEAN (biasa disebut ASEAN 6), tidak terlihat sama sekali. Tidak ada perbedaan antara negara anggota ASEAN baru dengan yang lama.
Adapun perbedaan terlihat dari komitmen. Bahkan negara baru anggota ASEAN memiliki tingkat komitmen yang lebih tinggi dibandingkan negara anggota lama.
Masalahnya sekarang perbedaan pembangunan di antara negara-negara anggota, di mana sebagian besar negara anggota masih kurang mampu membangun secara fisik.
Kemudian yang perlu dipertimbangkan yaitu komitmen di antara negara anggota, apakah mereka akan menghindari komitmen itu dari kepentingan nasional dan strategis masing-masing negara.
Namun, secara keseluruhan, kami terus menyerukan agar negara anggota ASEAN terus berkomitmen melengkapi proses menuju AEC di tahun 2015. Kami yakin masih berada di dalam jalur dan optimistis dapat mencapai hal itu di akhir 2015.
Komitmen ASEAN terkait konflik Laut China Selatan dipertanyakan. Bukankah jika ASEAN tidak bertindak, berarti ASEAN sebagai organisasi tidak memainkan peran yang signifikan?
Lalu, siapa yang memainkan peranan yang signifikan kalau bukan ASEAN? Pada dasarnya konflik ini mendapat perhatian khusus dari negara-negara anggota ASEAN dan Tiongkok. Apabila bukan ASEAN yang memainkan peranan penting itu, lalu siapa yang seharusnya berperan dalam penyelesaian sengketa wilayah itu?
Apakah Anda mencoba mengatakan bahwa selama ini ASEAN sudah memainkan peranan signifikan dalam penyelesaian sengketa wilayah di Laut China Selatan?
Tidak heran bila diplomat berusia 61 tahun itu dipandang sosok yang tepat memimpin Sekretariat ASEAN untuk tugas yang maha penting. "Lima tahun sejak arah peta jalan menuju Komunitas ASEAN dicanangkan, saya dapat mengatakan dua tahun jelang momen tersebut, sebanyak 80 persen langkah cetak biru berhasil dilaksanakan. Perjalanan kami sesuai rencana," ujar Le optimistis suatu ketika.
Banyak yang mengira Komunitas ASEAN ini akan mirip dengan integrasi seperti Uni Eropa. Namun Le memastikan bahwa intergrasi di ASEAN dengan yang di Eropa serupa tapi tidak sama. Situasi geo-politik dan kondisi sosial budaya menjadi faktor pembeda yang jelas dan pastinya Komunitas ASEAN juga belajar dari pengalaman yang telah dialami Uni Eropa, termasuk ketika Benua Biru itu dihantam resesi ekonomi dalam lima tahun terakhir.
Dalam kunjungan ke Sydney, Australia, beberapa waktu lalu, Sekjen Le berbicara panjang lebar kepada jurnalis VIVAnews, Santi Dewi, mengenai persiapan Komunitas ASEAN dan tantangan yang tengah dihadapi. Dia pun memaparkan penilaian seberapa besar perkembangan yang tengah terjadi saat ini, seperti ketegangan di Laut China Selatan, konflik politik di Thailand, dan lain-lain bisa berpengaruh bagi cita-cita ASEAN mewujudkan integrasi regional.
Krisis politik tengah menimpa anggota utama dan salah satu pendiri ASEAN, Thailand. Apakah kericuhan kali ini masih dapat diterima? Dan apa yang akan dilakukan ASEAN?
Tentu ASEAN memiliki kekhawatiran khusus terhadap apa yang terjadi di Thailand. Meminta kepada semua pihak yang bertikai agar dapat menyelesaikan masalah ini dengan cara-cara demokrasi.
Tentu, yang kami lihat saat ini situasi damai belum terlihat, tetapi kami berharap Thailand dapat mengatasi krisis secepatnya. Dan berfokus kepada upaya pemulihan awal yang telah dilakukan sebelumnya.
Apa tantangan paling sulit yang dihadapi ASEAN untuk mencapai target pasar bebas di 2015?
Biar saya jelaskan terlebih dahulu, saat ini posisi ASEAN tidak sama seperti pasar bebas seperti yang berlaku di Uni Eropa. Konteks Masyarakat Ekonomi ASEAN yaitu ASEAN sebagai pasar tunggal di mana terdapat peredaran makanan, investasi dan modal.
Terkait hal itu, ASEAN telah mencapai kemajuan yang cukup signifikan. Investasi dan perdagangan berhasil difasilitasi. Hal tersebut tercermin dari kenaikan tingkat perdagangan antara ASEAN dengan negara di luar kawasan.
Sebanyak 80 persen dari upaya itu, telah berhasil diberlakukan. Sementara sisa 20 persennya sedang diupayakan. Bahkan, para pemimpin negara ASEAN tengah berupaya menegaskan kembali tujuan dan hasil untuk menyelesaikan prosesnya hingga tahun 2015 mendatang.
Adopsi penyampaian di setiap tahunnya di tahun 2013, 2014 dan periode 2015. Kami cukup bangga menyampaikan bahwa semuanya sesuai rencana.
Memahami hal itu, integrasi di antara negara-negara ASEAN merupakan sebuah proses. Jadi, tidak akan berhenti begitu saja setelah dimulai pada Desember 2015, tapi akan terus berlanjut setelah tahun 2015.
Jadi, pada Desember 2015, Anda akan melihat sebagian besar cetak biru dan hal-hal yang paling fundamental dan tulang punggung dimulainya AEC telah berhasil diterapkan. Kami akan tetap meneruskan hal itu setelah tahun 2015.
Apa yang menyebabkan 20 persen cetak biru ASEAN menuju AEC belum dapat diimplementasikan?
Apa yang tetap menjadi tantangan yaitu penyesuaian standar. Melihat begitu banyak terdapat perbedaan di negara-negara anggota ASEAN di berbagai aspek dan bidang ekonomi, seperti transportasi dan pengembangan penghalang non tarif (non tarif barrier). Di situlah kami tengah memfokuskan pikiran kami.
Apakah perbedaan ekonomi di antara negara-negara ASEAN, sudah berhasil dijembatani dan masuk ke dalam kesuksesan 80 persen tadi?
Apabila yang Anda rujuk terkait dengan perbedaan ekonomi, maka antara negara ASEAN (biasa disebut ASEAN 6), tidak terlihat sama sekali. Tidak ada perbedaan antara negara anggota ASEAN baru dengan yang lama.
Adapun perbedaan terlihat dari komitmen. Bahkan negara baru anggota ASEAN memiliki tingkat komitmen yang lebih tinggi dibandingkan negara anggota lama.
Masalahnya sekarang perbedaan pembangunan di antara negara-negara anggota, di mana sebagian besar negara anggota masih kurang mampu membangun secara fisik.
Kemudian yang perlu dipertimbangkan yaitu komitmen di antara negara anggota, apakah mereka akan menghindari komitmen itu dari kepentingan nasional dan strategis masing-masing negara.
Namun, secara keseluruhan, kami terus menyerukan agar negara anggota ASEAN terus berkomitmen melengkapi proses menuju AEC di tahun 2015. Kami yakin masih berada di dalam jalur dan optimistis dapat mencapai hal itu di akhir 2015.
Komitmen ASEAN terkait konflik Laut China Selatan dipertanyakan. Bukankah jika ASEAN tidak bertindak, berarti ASEAN sebagai organisasi tidak memainkan peran yang signifikan?
Lalu, siapa yang memainkan peranan yang signifikan kalau bukan ASEAN? Pada dasarnya konflik ini mendapat perhatian khusus dari negara-negara anggota ASEAN dan Tiongkok. Apabila bukan ASEAN yang memainkan peranan penting itu, lalu siapa yang seharusnya berperan dalam penyelesaian sengketa wilayah itu?
Apakah Anda mencoba mengatakan bahwa selama ini ASEAN sudah memainkan peranan signifikan dalam penyelesaian sengketa wilayah di Laut China Selatan?
Itu bukan pandangan
ASEAN. ASEAN sebagai organisasi akan menyelesaikan masalah ini bersama
Tiongkok, karena kami selalu bertindak berdasarkan enam prinsip dasar
yang disepakati oleh para Menteri Luar Negeri ASEAN tahun 2002.
Itu yang diadopsi oleh semua negara anggota ASEAN. Penyelesaian sengketa ini melalui jalur bilateral adalah sesuatu yang diinginkan oleh Tiongkok dan bukan oleh ASEAN.
Jadi, apa yang coba dilakukan ASEAN untuk menyelesaikan permasalahan di antara negara anggotanya?
Kami mencoba memisahkan masalah ini. Pertama, terkait dengan penyelesaian sengketa wilayah. Konflik itu harus diselesaikan oleh negara-negara yang memiliki masalah tersebut. Dan itu mekanisme yang kami nilai paling sesuai.
Aspek lainnya terkait stabilitas kawasan ini. Di sana lah saya kira enam prinsip dasar itu memainkan peranan. Inti dari enam prinsip dasar tersebut yakni mewajibkan semua pihak untuk menghormati aturan hukum, khususnya hukum laut internasional (UNCLOS) tahun 1982. Selain itu, semua pihak diminta untuk tidak menggunakan senjata dalam menyelesaikan sengketa ini, menahan diri.
Kami juga memiliki DOC. Dalam DOC itu juga terkandung elemen-elemen bagi pembentukkan COC.
Faktanya DOC menjadi alat bantu untuk membentuk COC dan belum dianggap cukup untuk mencegah serta menyelesaikan kerumitan sengketa Laut China Selatan yang sedang dihadapi. Jadi, memang diperlukan kesepakatan yang lebih mengikat dengan Tiongkok agar masalah ini bisa selesai.
[Catatan Redaksi: konflik yang melibatkan beberapa negara ASEAN, Taiwan dan Tiongkok ini bermula sengketa lahan dan kedaulatan kawasan laut dan darat yaitu Pulau Paracel dan Spratly. Tiongkok sebagai salah satu negara yang ikut berkonflik, mengklaim teritori yang paling luas.
Bahkan mengakui daerah tersebut sudah menjadi wilayahnya sejak 2000 silam. Untuk mempertegas itu, mereka secara resmi mengeluarkan sebuah peta di tahun 1947 yang menjelaskan klaim lahan versi mereka.
Menurut para ahli, alasan banyak negara mengklaim wilayah itu, karena banyaknya sumber daya alam yang terbenam di sana. Untuk menyelesaikan masalah ini, maka negara-negara anggota ASEAN dengan Tiongkok sepakat membuat kode tata kelakuan baik di tahun 2002 silam.
Di bawah perjanjian itu, setiap negara yang telah sepakat harus menyelesaikan konflik mereka melalui jalur yang damai dan tanpa menggunakan tindak kekerasan]
Itu yang diadopsi oleh semua negara anggota ASEAN. Penyelesaian sengketa ini melalui jalur bilateral adalah sesuatu yang diinginkan oleh Tiongkok dan bukan oleh ASEAN.
Jadi, apa yang coba dilakukan ASEAN untuk menyelesaikan permasalahan di antara negara anggotanya?
Kami mencoba memisahkan masalah ini. Pertama, terkait dengan penyelesaian sengketa wilayah. Konflik itu harus diselesaikan oleh negara-negara yang memiliki masalah tersebut. Dan itu mekanisme yang kami nilai paling sesuai.
Aspek lainnya terkait stabilitas kawasan ini. Di sana lah saya kira enam prinsip dasar itu memainkan peranan. Inti dari enam prinsip dasar tersebut yakni mewajibkan semua pihak untuk menghormati aturan hukum, khususnya hukum laut internasional (UNCLOS) tahun 1982. Selain itu, semua pihak diminta untuk tidak menggunakan senjata dalam menyelesaikan sengketa ini, menahan diri.
Kami juga memiliki DOC. Dalam DOC itu juga terkandung elemen-elemen bagi pembentukkan COC.
Faktanya DOC menjadi alat bantu untuk membentuk COC dan belum dianggap cukup untuk mencegah serta menyelesaikan kerumitan sengketa Laut China Selatan yang sedang dihadapi. Jadi, memang diperlukan kesepakatan yang lebih mengikat dengan Tiongkok agar masalah ini bisa selesai.
[Catatan Redaksi: konflik yang melibatkan beberapa negara ASEAN, Taiwan dan Tiongkok ini bermula sengketa lahan dan kedaulatan kawasan laut dan darat yaitu Pulau Paracel dan Spratly. Tiongkok sebagai salah satu negara yang ikut berkonflik, mengklaim teritori yang paling luas.
Bahkan mengakui daerah tersebut sudah menjadi wilayahnya sejak 2000 silam. Untuk mempertegas itu, mereka secara resmi mengeluarkan sebuah peta di tahun 1947 yang menjelaskan klaim lahan versi mereka.
Menurut para ahli, alasan banyak negara mengklaim wilayah itu, karena banyaknya sumber daya alam yang terbenam di sana. Untuk menyelesaikan masalah ini, maka negara-negara anggota ASEAN dengan Tiongkok sepakat membuat kode tata kelakuan baik di tahun 2002 silam.
Di bawah perjanjian itu, setiap negara yang telah sepakat harus menyelesaikan konflik mereka melalui jalur yang damai dan tanpa menggunakan tindak kekerasan]
(Sekjen baru ASEAN,
Le Luong Minh, (kiri) bersama pendahulunya, Surin Pitsuwan, (kanan) dan
Menteri Luar Negeri RI, Marty Natalegawa, dalam acara serah terima
jabatan di Jakarta 9 Januari 2013. Foto: Sekretarian ASEAN)
Apakah jika sisa
20 persen dari rencana cetak biru ASEAN dan masih adanya perbedaan atau
gap di antara negara anggota hingga beberapa bulan ke depan, maka AEC
akan tetap dimulai?
Tenggat waktu awal untuk mencapai AEC yakni di tahun 2020. Namun, kemudian tenggat waktu itu dimajukan menjadi 2015. Hingga saat ini tenggat waktu itu belum berubah.
Namun, yang perlu dipahami yaitu AEC dan integritas ASEAN merupakan sebuah proses dan akan terus berjalan. Kami terus menyempurnakan berbagai langkah dan memfokuskan ke arah sana, sesuai yang telah disepakati dalam pertemuan dengan Menteri Perekonomian seASEAN pada Maret 2013 di Hanoi, Vietnam.
Dan hingga tahun 2013 kami berhasil menerapkan 80 persen langkah yang terdapat dalam cetak biru ASEAN demi menuju AEC Desember 2015. Dan kami cukup optimistis dapat menerapkan semua langkah yang harus dijalankan di tahun 2014.
Apabila langkah tersebut tidak tercapai 100 persen di tahun 2015, maka kami prediksi paling tidak telah tercapai sekitar 90 persen pada akhir Desember 2015. Kami akan terus bekerja bersama dengan negara-negara Asia Tenggara setelah lewat dari tahun 2015.
Beberapa negara ASEAN menjalin kerjasama pasar perdagangan bebas dengan mitra yang berbeda. Salah satu contohnya Singapura yang terus berupaya melakukan finalisasi terhadap Kemitraan Trans Pasifik (TPP). Banyak kekhawatiran yang menyebut hal ini justru akan menjadi pengalih bagi EAC. Apakah Anda juga ikut khawatir?
Hal itu merupakan dua hal berbeda, sama halnya seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya mengenai integritas antara Uni Eropa dengan EAC.
Di ASEAN, integrasi kini memasuki tingkatan yang berbeda. Anda bisa melihat ada negara anggota ASEAN, hanya negara tertentu, yang menjalin kerjasama dengan negara di luar dari kawasan atau organisasi mitra ASEAN, seperti UE.
Sebenarnya saya mengetahui ada beberapa negara anggota ASEAN yang telah menyelesaikan negosiasi perdagangan bebas dengan UE. Ada juga yang masih menegosiasikan TPP.
Tenggat waktu awal untuk mencapai AEC yakni di tahun 2020. Namun, kemudian tenggat waktu itu dimajukan menjadi 2015. Hingga saat ini tenggat waktu itu belum berubah.
Namun, yang perlu dipahami yaitu AEC dan integritas ASEAN merupakan sebuah proses dan akan terus berjalan. Kami terus menyempurnakan berbagai langkah dan memfokuskan ke arah sana, sesuai yang telah disepakati dalam pertemuan dengan Menteri Perekonomian seASEAN pada Maret 2013 di Hanoi, Vietnam.
Dan hingga tahun 2013 kami berhasil menerapkan 80 persen langkah yang terdapat dalam cetak biru ASEAN demi menuju AEC Desember 2015. Dan kami cukup optimistis dapat menerapkan semua langkah yang harus dijalankan di tahun 2014.
Apabila langkah tersebut tidak tercapai 100 persen di tahun 2015, maka kami prediksi paling tidak telah tercapai sekitar 90 persen pada akhir Desember 2015. Kami akan terus bekerja bersama dengan negara-negara Asia Tenggara setelah lewat dari tahun 2015.
Beberapa negara ASEAN menjalin kerjasama pasar perdagangan bebas dengan mitra yang berbeda. Salah satu contohnya Singapura yang terus berupaya melakukan finalisasi terhadap Kemitraan Trans Pasifik (TPP). Banyak kekhawatiran yang menyebut hal ini justru akan menjadi pengalih bagi EAC. Apakah Anda juga ikut khawatir?
Hal itu merupakan dua hal berbeda, sama halnya seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya mengenai integritas antara Uni Eropa dengan EAC.
Di ASEAN, integrasi kini memasuki tingkatan yang berbeda. Anda bisa melihat ada negara anggota ASEAN, hanya negara tertentu, yang menjalin kerjasama dengan negara di luar dari kawasan atau organisasi mitra ASEAN, seperti UE.
Sebenarnya saya mengetahui ada beberapa negara anggota ASEAN yang telah menyelesaikan negosiasi perdagangan bebas dengan UE. Ada juga yang masih menegosiasikan TPP.
Tapi di ASEAN kami
memiliki proses semacam ini dan semoga kerjasama yang dijalin dengan
mitra di luar ASEAN dapat memberikan kontribusi terhadap terbentuknya
AEC 2015.
Jadi, saat itu terjadi, maka akan dapat membuka peluang yang lebih besar bagi kontak Asia Tenggara dan integrasi ASEAN.
Pemerintah Australia kerap mengatakan ingin menjalin hubungan yang lebih erat dan mendalam dengan ASEAN. Tetapi, pada kenyataannya salah satu negara anggota, Indonesia kerap berkonflik dengan Australia, entah itu terkait isu pencari suaka atau penyadapan. Padahal, Indonesia merupakan negara terbesar dan penggerak organisasi ASEAN. Apakah menurut Anda hal itu akan berdampak terhadap kerjasama antara ASEAN dengan Australia?
Indonesia merupakan negara yang besar, salah satu pendiri ASEAN, negara yang sudah matang dan turut menjadi pendorong proses integrasi ASEAN.
Mungkin kasus itu bisa saja menganggu hubungan kemitraan Indonesia dengan Australia. Saya berharap permasalahan bilateral tersebut bisa diselesaikan. Permasalahan itu tidak memiliki dampak langsung terhadap kawasan ASEAN
Sumber : Kompas, Vivanews
Jadi, saat itu terjadi, maka akan dapat membuka peluang yang lebih besar bagi kontak Asia Tenggara dan integrasi ASEAN.
Pemerintah Australia kerap mengatakan ingin menjalin hubungan yang lebih erat dan mendalam dengan ASEAN. Tetapi, pada kenyataannya salah satu negara anggota, Indonesia kerap berkonflik dengan Australia, entah itu terkait isu pencari suaka atau penyadapan. Padahal, Indonesia merupakan negara terbesar dan penggerak organisasi ASEAN. Apakah menurut Anda hal itu akan berdampak terhadap kerjasama antara ASEAN dengan Australia?
Indonesia merupakan negara yang besar, salah satu pendiri ASEAN, negara yang sudah matang dan turut menjadi pendorong proses integrasi ASEAN.
Mungkin kasus itu bisa saja menganggu hubungan kemitraan Indonesia dengan Australia. Saya berharap permasalahan bilateral tersebut bisa diselesaikan. Permasalahan itu tidak memiliki dampak langsung terhadap kawasan ASEAN
Sumber : Kompas, Vivanews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar